Tadinya bikin blog untuk nggrundelin dan ngrasani kebijakan bailout Century. Url http://grundelanbankcentury.wordpress.com ternyata masih banyak diakses orang sampai sekarang. Entah para pembaca ini “nyasar” atau memang serius cari informasi. Apapun motivasi mereka sampai meng-klik Blognya si Sri, sangat saya hargai.

Nah ceritanya, duluuuu, sebelum bikin url http://grundelanbankcentury.wordpress.com (dan juga versi blogspot http://grundelanbankcentury.blogspot.com ) sebenarnya sudah terlanjur bikin url ini https://srikripik.wordpress.com. Daripada kosong, saya pakai untuk nampung coret-coret mengenai perbankan Indonesia. Sengaja coret-coret ini tidak saya satukan karena isinya memang tidak lagi untuk menggerutui bailout Century…. Masak dua tahun lebih nggrundel terus…bisa tambah keriput ntar….

Disclaimer, seperti biasa: coretan-coretan di blog ini tidak ekshaustif; bukan tulisan ilmiah tapi bukan pula tulisan gosip tanpa dasar. Satu posting (mungkin akan ditandai “final”) akan terus diperbaiki, di-update seiring dengan makin lengkapnya bahan yang saya dapat. Saya, entah kenapa, tidak bisa nulis langsung jadi karena tidak bisa nulis tanpa ngumpulin referensi. Jadi, biar cuma coret-coret tapi maunya bermutu gitu … Masalahnya, cari referensi bahkan sekedar cari karikatur untuk ilustrasi artikel butuh waktu…. Disisi lain, masak baru nulis setelah semua bahan terkumpul? Laaah ini kan bukan desertasi…namanya juga cuma “catatan kaki perbankan Indonesia”….

Enjoy…

18 responses »

      • Thx sdh berkenan membalas.. Mbk sri,,blh minta saran tema penelitian ttg perbankan?yg mungkin bs dikaji untuk jenjang S1. Saya berkali-kali ditolak nih mengajukan judul sama dosen pembimbing. Btw,blognya mbk super keren,,saya suka pemikiran2 mbk yg realistis dan ga ikut2 opini yg bny beredar di masy.. Sukses!

      • Kayaknya ada dua isu.Pertama,topik penelitian perbankan, kedua “rejection” dari dosen. Mulainya dari yang kedua dulu karena -apa boleh buat- untuk S1,dosen pembimbing itu menentukan. Biasanya kalau proposal di-reject itu karena tidak ada yang baru atau tidak menarik.Topik yang diajukan mungkin sudah berkali-kali ditulis, atau sudah “ketahuan” jawabnya bahkan sebelum penelitian dibikin. Misalnya topik mengenai “efisiensi perbankan Indonesia”…tanpa bermaksud meremehkan mereka yang nulis topik ini, gambaran kesimpulan sudah ada di kepala. Kalau maksa nulis dan temuan/kesimpulannya “perbankan Indonesia itu efisien”,orang malah akan nanya/tidak percaya/ dan skeptis. Masak sih efisien? Gimana ngukurnya? dst. Dosen juga manusia…kalau tidak menarik ya nggak semangat. Itu dari sisi dosen.
        Dari sisi topik penelitian, saran saya, banyak-banyak baca jurnal/artikel ilmiah. Bisa mulai dari yang gratis, http://www.ssrn.com. Syarat penelitian S1 biasanya tidak setinggi S3. Jadi, nyontek ide tidak apa-apa:misal ada penelitian mengenai X pakai data Turki,mbak pakai data Indonesia…gitu setau saya boleh. Dosen mungkin berharap ada perspektif baru. Mungkin sebagian besar penelitian pakai data Indonesia, padahal sebenarnya kan bisa cross country. Misal membandingkan perbankan Indonesia dengan negara tetangga…Kendalanya memang data (yang Indonesia saja kadang susah didapat). Tapi kalau kampus/perpustakaan langganan database macam Bankscope, itu hebat sekali.
        Begitu kira-kira saran saya. Semoga membantu.

  1. Bener bgt mbk,bnyk temen angkat tema efisiensi di reject. Saya tertarik sama banking market structure tp eh tetep di reject jg.. Menurut mbk, banking market structure di indonesia masih bs ga diangkat ke penelitian?thx

    • Market structure arahnya nanti ke oligopoli, persaingan /derajat kompetisi industri perbankan…gitu? Kalau cuma itu yang dibahas, menurut saya tidak ada apa-apanya lagi. Soalnya market structure jadi kayak sekarang ini sangat dipengaruhi krismon 1997/1998. Analoginya, seperti meneliti merger BBD,BDN, Bapindo dan Exim jadi bank Mandiri: topik yang susah dijual karena 4 bank itu bank pemerintah yang jelek lalu diselamatkan (karena BUMN)…kalau mereka swasta,mungkin sudah pertama kali dilikuidasi bersama belasan bank lain. Coba cek ke ssrn.com, tulisan paling baru mengenai market sructure seperti apa,dikaitkan dengan apa. Barangkali dari situ ada ide untuk poles proposal.

  2. permisi,saya sedang mengerjakan tugas tentang konsentrasi perbankan indonesia,tapi saya sama sekali tidak punya pengetahuan mengenai itu. Bisa mohon penjabaran serta sejarah konsentrasi perbankan di indonesia hingga saat ini bagaimana ya?terimakasih atas bantuannya…

    • Terimakasih karena sudah mampir di blog ini. Maaf saya kurang paham dengan pertanyaannya. Menghitung konsentrasi rasio satu industri, caranya macam-macam. Ada yang dengan membandingkan aset 3 perusahaan terbesar dengan aset semua perusahaan di industri itu. Angka 3 itu bisa diganti 5 atau 7. Bisa juga dengan Herfindahl Index, dst. Kalau mau tau historical banking concentration di Indonesia (=sejarah konstrasi perbankan hingga saat ini), ya dicari saja data aset perbankan nasional, dan data 3 (atau 5 atau 7) bank terbesar dari dulu sampai sekarang (bisa data bulanan atau tahunan). Dua set data/angka itu lalu dibikin rasio untuk mendapatkan series “sejarah konsentrasi perbankan Indonesia”.
      Salam.

  3. mbak Sri, saya ingin menanyakan komentar anda mengenai kebijakan BI yang mewajibkan perbankan Indonesia untuk comply ke Basel II dan III, yang secara faktual mempersulit kehidupan perbankan di Indonesia karena masih minimnya infrastruktur (khususnya integrasi sistem informasi diantara bank, integrasi national payment system, dsb) sehingga biaya yang harus dikeluarkan bank khususnya bank skala kecil sangat memberatkan dan tidak seimbang dengan benefit yang diperoleh.
    thanks sebelumnya atas masukan/komentarnya.

    • Saya malah tertarik dengan “cerita” Putra…jadi kewajiban mematuhi aturan internasional (Basel 2 dan 3) mempersulit bank skala kecil? Dengan alasan (penyebabnya) adalah minimnya integrasi sistem informasi antar bank, integrasi pembayaran nasioanl?? Boleh saya tau contoh yang lebih spesifik?
      Soalnya, yang saya tau, waktu Basel II mau dilaunching dulu sekali, yang sibuk keberatan adalah bankir dan otoritas Amerika (walaupun sebenarnya pihak Amerika juga yang mendorong terbitnya Basel II). Bankir dan (terutama) otoritas negara berkembang secara garis besar bilang “siap”. Di Indonesia, konon kabarnya, salah satu pilar Basel II (market discipline) sudah diimplementasikan 2012 (??). Pilar yang lain (katanya) sudah beres duluan…. Jadi yang sulit untuk bank kecil (dengan alasan seperti yang disebut di atas)….apanya?
      Mohon pencerahannya lebih dulu.

  4. Dengan penerapan Basel II, semua Bank Umum (tidak dibedakan size nya) harus memitigasi 10 jenis risiko yang memerlukan tambahan infrastruktur yang lebih baik, khususnya sistem informasi dan SDM. Integrasi sistem informasi antar bank juga diperlukan untuk melihat profiling serta posisi kompetisi dengan peer groupnya. Untuk bank besar (spt Mandiri, BCA) tidak terlalu masalah, namun untuk bank kecil dengan modal dibawah 1 T, mengalami kesulitan khususnya dalam penyediaan infrastruktur tersebut. Demikian mbak Sri….

    • Ok, terimakasih atas penjelasannya. Saya terus terang jadi bengkak kepala diminta komentar, karena mustinya Putra minta komentar ke expert entah yang ada di BI atau OJK atau Kemenkeu.
      Saya tidak ngikuti implementasi Basel 2; 2,5; atau 3 di berbagai negara. Dokumen mengenai pelaksanaan Basel yang bisa di google kayaknya tidak terlalu banyak. Yang banyak didapat adalah studi mengenai “dampak” (misalnya dampak penerapan Basel II terhadap usaha kecil) atau dokumen mengenai “rencana” otoritas melaksanakan Basel (misalnya road map otoritas perbankan Cile yand dipresentasikan di Turki tahun 2005).
      Tapi namanya rencana atau road map kan bisa saja cuma rencana…kita tidak tau bagaimana realitas pelaksanaan. Kita juga tidak tau bagaimana “keluh kesah” bankir bank-bank kecil Cile sekian tahun kemudian (dokumen tahun 2005 bisa lihat di http://www.sbif.cl/sbifweb/internet/archivos/DISCURSOS_3488.pdf).

      Pernah baca dokumen/survey BIS mengenai pelaksanaan Basel 2; 2,5; dan 3? Menarik karena dari sekian banyakk negara yang disurvey Maret/April 2012 (http://www.bis.org/publ/bcbs215.pdf ; versi yang lebih baru dokumen Oktober 2012), bisa dilihat Amerika saja masih dalam status “implementation in progress”. Lebih menarik lagi kalau dibaca keterangan pada kolom: nampaknya di Amerika ada bank yang “Basel mandatory” ada juga bank yang disebut sebagai “institution in parallel run”. Lihat juga Argentina dan Rusia, misalnya. (Setau saya, perbankan dan otoritas perbankan Argentina cukup advanced dalam penguasaan Basel 2).

      Kalau saja di Indonesia dibedakan antara bank “Basel mandatory” dan bank yang “in parallel run”, mestinya tidak akan ada keluhan dari bankir bank kecil. Mengapa tidak dibedakan, saya tidak tau. Mungkin karena BI mendapat info negara tetangga (Malaysia, Thailand, Filipina) bisa cepat memberlakukan Basel untuk semua bank umum di negaranya, apapun skala usahanya. Sekali lagi, info bisa akurat bisa tidak, pelaksanaan riilnya bagaimana, mungkin tidak akan diungkap terang-terangan oleh pejabat negara tetangga. Apalagi tidak berapa lama ada integrasi ekonomi ASEAN…kalau cuma Indonesia yang membeda-bedakan bank pengadopsi Basel, negara tetangga tidak, kayaknya tidak elok. Mungkin begitu pertimbangannya sehingga pelaksanaan di Indonesia “full swing”….
      Salam.

  5. Thanks berat atas komentar dan infonya. Ada beberapa hal lagi yang ingin saya diskusikan terkait penelitian yang akan saya lakukan. sekali lagi terima kasih.

    • Saya juga bodoh kok 🙂
      Menurut saya, sistem perbankan yang baik tu yang mendukung ekonomi (makro). Masalahnya, banyak hal yang bisa menghambat dukungan perbankan pada ekonomi; hambatan ini kadang ada diluar kendali bankir dan regulator perbankan.

Leave a reply to nisa Cancel reply